Yang dimaksud dengan "Sastra dapat menentramkan negara tetangga, wushu dapat menentramkan nusa bangsa", Wushu Tiongkok sudah eksis sejak zaman kuno, belakangan ini terkesan terjerumus ke dalam krisis show akrobatik.
Untungnya Kompetisi Akbar Wushu Tionghoa Seluruh Dunia diselenggara tak lama lagi, beberapa tokoh pakar ilmu silat berkumpul di Taipei, Taiwan sedang bertukar pikiran tentang kemuliaan Wushu tradisional.
Kompetisi Akbar Wushu Tionghoa Seluruh Dunia 2009 yang lama dinanti-nantikan bakal diselenggarakan Oktober mendatang oleh NTDTV (New Tang Dynasty Television). Babak penyisihan telah berlangsung telah berlangsung dengan sukses di berbagai tempat.
Babak penyisihan di Asia Pasifik kali ini, berlangsung 1 Agustus lalu, di GOR sekolah menengah Mingde - Taipei.
Chen Hong sebagai guru pembina yang tahun lalu memimpin timnya ikut kompetisi dan menyabet medali emas, tahun ini diundang untuk menjadi juri Babak penyisihan untuk wilayah Asia Pasifik. Ia baru kali pertama mengunjungi Taiwan, meluangkan waktunya untuk wawancara. Dengan antusias menuturkan pengalamannya selama 20 tahun melatih Wushu dan harapannya terhadap kompetisi kali ini.
Wushu pancarkan cahaya kemilau
Meski usia Chen Hong mendekati 50, namun wajahnya masih terlihat muda dan lincah, seperti baru tiga puluhan atau barangkali berkat telah lama berlatih Wushu, juga melatih grup anak-anak.
Ia adalah penduduk Hong Kong, saat berusia 10 tahun lebih meninggalkan kampung halaman merantau ke Boston-AS, dan tinggal di rumah pamannya yang memiliki sasana latihan Wushu.
Kala itu sedang demam film Bruce Lee. Sasana Wushu milik pamannya ikut terimbas popularitas tersebut dan ketika dibuka sudah langsung serentak membuka di beberapa tempat, maka Chen Hong menekuni belajar Wushu di sana.
Ia tidak membatasi dirinya pada aliran tertentu saja, kemudian ia mengisi mata pelajaran Wushu di sekolah Tionghoa. Selama 20 tahunan ini, murid-murid yang telah ia latih mencapai beberapa ratus orang.
Dibandingkan dengan berbagai daerah di dunia, minat orang Tionghoa AS yang mempelajari Wushu sangat tinggi. "Wushu sangat diminati di AS, setiap bulan dan setiap minggu, di berbagai tempat AS selalu ada kompetisi Wushu. Pada awalnya lebih mengutamakan Taekwondo dan Karate, namun kemudian Wushu Tiongkok menjadi acara paling populer."
"Oleh karena para orang tua menghendaki anak-anak mereka bersentuhan dengan kebudayaan Tiongkok, belajar kaligrafi dan Wushu. Selain itu orang AS sangat mementingkan keahlian, mereka berpendapat Anda telah mempelajari Wushu, dan memperoleh medali emas, itu adalah ketrampilan khusus, maka untuk mencari pekerjaan dan mendaftar ke sekolah sangat diminati."
Chen Hong dengan bangga mengatakan, Zhao Yun peraih medali emas tahun lalu adalah anak didiknya. Tak sampai beberapa tahun, murid kebanggaannya itu telah malang melintang di berbagai kejuaraan besar maupun kecil. Ia telah menyabet 40 lebih medali emas.
Karena berbagai kompetisi di AS cukup banyak, seperti Tinju Selatan, Tinju Cai Li Fu, senjata tombak, senjata pendek, Tai Ji Quan dan lain-lain, setelah mendalami salah satu aliran dan asalkan gerakan dasarnya bagus, mudah bagi mereka untuk mengombinasikannya.
Merebut medali pada saat kompetisi bukan lagi hal sulit. Pernah ada seorang muridnya dalam suatu kompetisi, berhasil membuat rekor dengan menyabet 7 buah medali sekaligus dalam satu hari, membuat orang berdecak kagum.
"Yang paling krusial akar bakat orang tersebut harus baik, berkualitas, sejak lahir tubuh yang berbakat diincar para ahli Wushu, sangat lentur, juga pandai, satu metode jurus, orang lain harus belajar beberapa hari, ia hanya butuh setengah jam. Apapun akan saya ajarkan kepadanya, asalkan bisa berhasil maka saya akan melatihnya, yang ia pelajari sangat banyak, ia sudah bisa buka sasana Wushunya sendiri."
Wushu: inti hakikat bangsa Tionghoa
Salah seorang pakar Wushu yang tak mau disebut namanya mengatakan, "Wushu Tiongkok sebetulnya adalah kelanjutan dari teknik bertempur tingkat tinggi, ia salah satu perangkat budaya Tionghoa. Dahulu kala para penyair dan sastrawan terkenal semua menguasai Wushu dengan baik."
"Coba lihat sewaktu Khonghucu mendidik para muridnya juga terdapat kurikulum Wushu, sedangkan patung Khonghucu selalu membawa pedang. Penyair besar Li Bai (baca: li pai) juga gemar berkelana sebagai pendekar, juga mendalami ilmu pedang. Orang yang belajar Wushu meski tingkat pendidikannya tidak tinggi, tetapi tutur kata dan pikirannya sangat tulus, sangat beradab."
"Dengan mempelajari Wushu, daya penyerapan dalam mempelajari kebudayaan Tionghoa bisa sangat kuat, seperti memperhatikan tata krama dan senioritas dari hirarki, sangat menghormati orang tua dan guru serta menyayangi anak kecil, itu adalah wajar saja, mengikuti guru bisa belajar hal-hal seperti itu. Sejak zaman dulu dalam pewarisan Wushu, ada banyak murid yang lebih unggul dari gurunya, tetapi murid selalu menghormati sang guru, memiliki semacam hubungan norma dan perasaan sentimental terhadap guru, secara tak nampak telah menjadi kekuatan yang menentramkan masyarakat."
Selanjutnya pakar wushu tersebut menyatakan, "Wushu bisa membatasi dan mewarnai seseorang, seperti ketika seseorang belajar Wushu dimulai dengan berlatih kuda-kuda, sebelum ada aba-aba dari guru, ia tak akan bergerak, begitulah cara membatasinya."
Wushu-Tiongkok tak peduli aliran apa pun harus ditempa dulu latihan dasarnya. Dahulu ada suatu pepatah yang mengatakan, "Orang yang berlatih Wushu jika dipukul adalah wajar, tetapi membiarkan orang lain memukulnya adalah tidak wajar. Orang yang berlatih Wushu tidak sembarangan menunjukkan kebolehannya."
Wushu-Tionghoa bila dibandingkan dengan teknik berkelahi bangsa lain ialah, wushu berakar di dalam kebudayaan, bukan berakar pada perkelahian itu sendiri. Orang yang berlatih Wushu walaupun pendidikannya tidak tinggi, tetapi yang berlatih Wushu setelah berlatih dalam kurun waktu tertentu, terlihat mereka mempunyai taraf kecakapan yang tinggi, seperti pernah mendapat pendidikan yang sangat lama, karena ilmu bela diri dari Tiongkok merupakan suatu kebudayaan yang kuno.
"Meskipun Wushu berakar pada kebudayaan, bukan untuk berkelahi, tetapi teknik tempurnya tidak bisa dianggap enteng, seorang manula yang berilmu tinggi bisa menghadang banyak lawan; seorang perempuan yang terlihat lemah (yang menguasai ilmu tersebut) juga memiliki daya mematikan, ini lantaran wushu bukan melatih "kekuatan otot", melainkan melatih "kekuatan dari dalam".
Chenhong juga mengatakan, "Pertandingan Wushu yang benar-benar, jika harus berduel dapat sangat berbahaya, tidak seperti anggar atau tinju dari barat serta pertandingan yang lainnya, mengenakan baju pelindung sudah cukup untuk mengantisipasi terluka. Wushu dari Tiongkok yang sebenarnya kekuatannya sangat dahsyat, daya mematikannya sangat besar, tetapi dari permukaan Anda tidak akan dapat melihatnya, jika dipertunjukkan sepertinya sangat indah, seperti dua orang yang sedang menari, akan tetapi semua jurus yang dikeluarkannya itu mematikan."
"Wushu dari Tiongkok juga tidak seperti teknik pertarungan yang lain, beringas dan galak, kekuatan tidak ditunjukkan, tetapi begitu bertanding sangat mudah membuat peserta terluka, dewasa ini masih tidak menemukan satu cara pertandingan yang bisa menjamin keselamatan dari pesertanya."
Para murid kesayangan guru kenamaan Chen Hong (belakang tengah) di dalam kompetisi sering menggondol medali dan piala. (NEW EPOCH WEEKLY MAGAZINE)
Belajar Wushu banyak manfaatnya
Membicarakan manfaat anak-anak belajar Wushu, Chen Hong mengatakan, "Bisa membuat percaya diri." Dia menyinggung mereka yang baru berlatih saat hendak pentas untuk kali pertama mungkin bisa ketakutan hingga wajah jadi hijau, badan bergemetaran, tetapi setelah mengalami pelatihan yang berulang-ulang maka akan merasakan perubahan nyata dari murid itu, "Pada mulanya murid itu tidak mempunyai kepercayaan diri, mungkin akan memegang erat kaki orang tuanya tidak mau pentas, didorong keluar pun dia masih tidak mau. Tetapi setelah belajar pada akhirnya seluruhnya berubah, sudah memiliki gaya dan gagah sekali."
Banyak orang beranggapan orang yang belajar silat tidak cerdas dan tidak bisa meningkatkan IQ, sebetulnya tidaklah demikian. Chen Hong mengatakan, "Belajar Wushu bukan hanya mengandalkan pelatihan pukulan dan tendangan, juga harus memutar otak, menghafalkan kata kunci, mengingat jurus; apabila tidak telaten, tentu tak akan tahan, dengan sendirinya akan hengkang. Apabila ada anak jalanan yang khusus ingin menggunakannya untuk berkelahi, belum lama berlatih otomatis akan pergi karena tak betah. Saya kenal orang-orang di dalam sasana, kebanyakan bersifat tekun, sangat intelek; di sasana Wushu tidak ada orang jahat."
Chen Hong mengatakan ia memiliki seorang murid di AS, awal belajar posisi berdiri pun tidak bisa, juga tidak mengerti cara menggunakan kekuatan pada tubuh, keluarganya juga tidak bisa mengajarkannya hal ini, secara keseluruhan dia menampakkan keadaan yang tidak stabil. Setelah belajar dalam jangka waktu tertentu, secara keseluruhan ia mengalami perubahan, juga jadi lebih berkepribadian.
Tetapi Chen Hong juga mengeluh dan mengakui Wushu tradisional tidak bisa dikuasai dalam waktu singkat, "Sekarang banyak orang lebih memilih bermain basket dan tenis meja. Karena Wushu adalah semacam kultivasi, harus berani menderita. Orang zaman sekarang beda dengan dahulu, Anda menyuruhnya menderita, ia belum tentu bisa tahan."
Seorang pakar Wushu lainnya lagi menimpali, "Orang yang belajar bela diri punya percaya diri dan tak gampang marah. Orang-orang yang berlatih teknik bela diri, berlatih dengan karung pasir, menghantam dan menyerang. Ketika Anda tak henti menggebuki sand sack tersebut apakah yang Anda pikirkan? Materi yang dipancarkan (dari otak) tidak bagus. Ketika saya kecil, guru saya selamanya tidak melatih saya seperti itu (memikirkan musuh imajiner)."
Di situlah perbedaan Wushu dengan teknik bela diri lainnya, tak heran pendekar yang berilmu tinggi memiliki semacam sikap ksatria yang santun.
Ahli Wushu ini berkata, "Pengaruh Wushu adalah untuk seumur hidup. Setelah belajar Wushu, kita bisa serasa diasimilasi oleh budaya semacam itu, refleksi terhadap orang lain juga berbeda. Misalnya ada orang yang memegang tangan Anda, umumnya orang jadi kelabakan, perhatiannya semua ditujukan pada tangan yang terpegang, semakin tidak mudah untuk melepaskannya. Tetapi jika orang tersebut pernah berlatih Wushu, segera mengerti bagaimana menyerang kelemahan lawan, membuat lawan langsung terserang."
Wushu menanti untuk dikembangkan
Wushu Tiongkok berusia sangat panjang, namun sedang menghadapi krisis musnah. Karena senam dan akrobat telah dimasukkan ke dalam inti Wushu tradisional, sehingga Wushu berubah menjadi cakue besar.
Di dalam wawancara, pakar wushu tersebut berkata, "Karena Wushu adalah sebuah kebudayaan kuno, dahulu kitab Wushu ditulis dalam bahasa kuno, sedangkan Wushu juga harus melalui pemahaman pribadi. Ada yang suka keras, ada yang condong lunak, ada yang keras dan lunak seimbang, setiap orang bakatnya berbeda, maka itu masih harus melalui pewarisan dan pelatihan dari guru baru betul. Semakin tua sang guru, pengalamannya semakin mendalam. Pemahamannya tentang wushu tentu melebihi orang muda. Di saat kita berlatih, harus menggali dengan jelas setiap aliran itu, jangan seperti sekarang ini gado-gado. Tentu Anda bisa saja belajar Bagua, Taichi, Shaolin dan lain-lain, tetapi tak dapat dicampur-adukkan. Kebudayaan Tiongkok dengan kebudayaan Barat tentu berbeda."
"18 macam senjata tradisional wushu sangat bagus dipandang. Tetapi banyak orang merasa tanpa panggung, percuma saja. Itulah mengapa melalui kompetisi ini, mereka bisa membuatnya lebih berjaya. Kini NTD menghimbau lagi, saya kira jasanya ini sangat besar."
"Saya kira jika NTD terus mempertahankan untuk membesarkannya, ini adalah sangat terpuji, saya ketika masih kecil menganggap Wushu paling bagus ditonton, begitu perayaan tahun baru tiba, Wushu adalah pertunjukan yang paling populer, tetapi orang sekarang sudah tidak menggemarinya lagi karena pertandingan setiap pertandingan diberi aturan ini dan itu, sudah tentu membuatnya tidak enak ditonton."
"Wushu sudah mencapai puncaknya, seperti melukis kaligrafi tidak bisa mengungguli Dinasti Jin, menulis syair tidak bisa menandingi Dinasti Tang, menulis sajak tidak bisa menyamai Dinasti Song, setiap dinasti memiliki masa puncaknya masing-masing, maka itu saya kira kita tetap bisa mewariskan untuk seterusnya, itu paling baik, bisa atau tidak semuanya tergantung upaya kegigihan kita.." [admin/TheEpochTimes]
Selengkapnya...